Berikut ini adalah Psikologis yang terjadi pada pengemar anime. tapi, tidak semua pengemar anime mengidap psikologis seperti dibawah ini. Penyakit sosial begini lebih sering dijumpai di Jepang dan beberapa negara maju. Indonesia untungnya masih belum terjamah, tapi sudah mulai menunjukkan gejala gejalanya. Penyebab psikologis ini banyak faktornya, jadi faktornya bukan karena kecanduan Anime, Manga dan Game saja, tetapi ada faktor lainnya seperti faktor yang datangnya dari pengaruh keluarga, lingkungan dan lain-lain. Jadi tidak semua pengemar anime seperti yang dijelaskan dalam artikel ini. Namun karena di Jepang memang sumber asal mula anime, maka tidak sedikit juga pengemar anime yang bermasalah disana dan diberitakan di media.
1. Chuunibyo
Chuunibyou , kasarnya berarti sindrom atau gejala kelas dua SMP. Chuunibyou adalah suatu gejala di mana seorang anak yang berumur sekitar 14 tahun cenderung bersikap sok atau bersikap seolah olah ia memiliki kekuatan supranatural dan semacamnya. Ada juga yang bersikap jijikan, sombong, dan bahkan meremehkan orang di sekitarnya. Sikap seperti ini biasanya ditemukan pada anak remaja yang memasuki masa pubertas. Namun masih ada juga orang yang sudah dewasa ( SMA ke atas ) masih bersikap seperti ini. Contoh orang Chunibyou adalah orang orang yang suka meniru gaya tokoh tokoh kartun, anime, kamen rider, power ranger dll.
2. WEEABOO
WEEABOO sering disamakan dengan WAPANESE yang berarti WANT TO BE JAPANESE atau JAPANESE WANNABE atau orang jepang jadi-jadian atau alay jejepangan. Weeaboo bisa dianggap pengemar anime versi ekstrim. Seorang pengemar anime belum tentu adalah Weaaboo, namun Weaaboo biasanya adalah pengemar anime. Weeaboo adalah orang yang senang mempertontonkan dirinya yang sangat jepang, melebihi orang jepang asli.
Mereka sebetulnya orang yang sangat terobsesi dengan jepang, bertingkah seperti orang jepang dan seolah sedang tinggal di jepang, bersifat seperi orang jepang, berbicara dengan gaya jepang dengan segala istilah istilah ajaib terupdatenya. Padahal mereka sama sekali bukan orang jepang, bukan warga negara jepang, dan tidak tinggal di jepang.
Inspirasi mereka berasal dari anime atau manga. Bagi mereka anime dan manga adalah sumber utama maha kebenaran, ilmu pengetahuan, dan juga bahasa. Dalam benaknya negara jepang adalah semacam holy land di planet ini, dan segala hal mengenai jepang adalah yang paling Super ultrafantasticmegawesome.
Bagi mereka, semua orang harus beranggapan baik mengenai jepang, termasuk mengerti dan memahami jepang baik budaya, tradisi dan kebiasaannya. Mereka akan naik pitam jika kamu berani mencoba menjelek-jelekan jepang. Fenomena Weeaboo ini sudah banyak terjadi dan tersebar ke seluruh dunia, termasuk indonesia. Weeaboo adalah pengemar anime yang merasa dirinya seperti di kehidupan anime dan bergaya kejepang jepangan.
3. Nijikon
Nijikon adalah istilah dalam bahasa Jepang yang digunakan untuk merujuk orang yang hanya tertarik atau terobsesi dengan wujud dua dimensional berupa karakter anime, manga, dan permainan video, yang notabene merupakan depiksi dua dimensi di atas kertas atau layar, serta figur boneka dari karakter tersebut. Istilah ini merupakan singkatan dari istilah Nijigen kompurekkusu ( Kompleks 2 Dimensi ).
Orang yang terobsesi kepada salah satu atau lebih karakter dalam anime, manga, atau permainan video menyebut diri mereka sebagai Nijigen Otaku ( Niji Ota ) atau Otaku penggemar 2 dimensi. Sebaliknya, Pengemar Anime ini sendiri tidak pernah mengaku dirinya menderita Nijikon.
Pada kasus yang serius, laki-laki penderita Nijikon hanya memiliki rasa cinta kepada karakter perempuan dalam anime, manga, atau permainan video. Pada pria maupun wanita penderita Nijikon, minat seksual terhadap manusia lawan jenis atau kehidupan nyata sudah tidak ada lagi.
Contohnya Lee Jin Gyu, pemuda Korea, menikahi darimakura, sebuah bantal besar yang menampilkan karakter anime favoritnya, Fate Testarossa. Fate Testarossa sendiri merupakan tokoh terkenal di Mahou Shoujo Lyrical Nanoha. Pada pernikahannya, dia menghiasai bantalnya dengan gaun pengantin dan berdiri di hadapan pendeta.
4. Hikikomori
2 juta remaja Jepang ( kebanyakan umur 13-20 tahun ) yang mengalami penyakit ini.
Sindrom yang paling jelas dari hikikomori adalah tidak pernah keluar kamar ( atau rumah ). Bahkan tercatat ada beberapa orang yang tidak keluar dari kamarnya selama 10 tahun ( yang pasti di dalam kamar ada kamar mandinya ).
Fenomena ini sering dijumpai di negara maju. Di banyak negara, hikikomori dianggap sebagai penyakit psikologi, sindrom PDD dan autisme. Hanya di Jepang, Hikikomori dianggap sebagai fenomena sosial ( saking banyaknya ). Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa faktor keluarga berada dibalik kasus-kasus hikikomori.
Hilangnya figur ayah ( terlalu sibuk bekerja ), ibu yang terlalu memanjakan anak, dan tekanan akademik di sekolah, school bullying, dan maraknya video game di Jepang. Semakin tua seorang hikikomori, semakin kecil kemungkinan dia bisa berkompeten di dunia luar. Bahkan ada kemungkinan tidak bisa kembali normal untuk bekerja atau membangun relasi sosial, seperti menikah.
Apakah anda termasuk salah-satunya maka cepatkan sadar diri dan railah kesuksesan mu!!
ConversionConversion EmoticonEmoticon